Pasal 12 : TENTANG BID’AH
Karya : Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)
Dinukil oleh : Retno Wahyudiaty, SE. – Jakarta 2002
Bid’ah dalah arti bahasanya adalah sesuatu yang baru yang tidak ada sebelumnya. Allah SWT. berfirman:
Artinya:
“Allah yang menciptakan langit dan bumi”. (al-Baqaarah; 117).
Bi’dah dalam hukum Islam, ialah segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulama yang tidak ada pada zaman Nabi SAW.
Timbul suatu pertanyaan:
Apakah segala sesuatu yang diada-adakan oleh Ulama’ yang tidak ada pada zaman Nabi SAW. pasti jeleknya? Jawaban yang benar, belum tentu! Ada dua kemungkinan; mungkin jelek dan mungkin baik.
Kapan bid’ah itu baik dan kapan bid’ah itu jelek? Menurut Imam Syafi’I:
Artinya:
“Bid’ah ada dua, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela, bid’ah yang sesuai dengan sunnah itulah yang terpuji, dan bid’ah yang bertentangan dengan sunnah itulah yang tercela”.
Sayyidina Umar Ibnul Khatab, setelah mengadakan shalat tarawih berjama’ah dengan dua puluh raka’at yang diimami oleh sahabat Ubai bin Ka’ab beliau berkata:
Artinya:
“Sebagus bid’ah itu ialah ini”.
Bolehkah kita mengadakan bid’ah?
Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita kembali kepada hadits Nabi SAW. yang menjelaskan adanya bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah:
Artinya:
“Barang siapa yang mengada-adakan satu cara yang baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikitpun, dan barang siapa yang mengadakan suatu cara yang jelek maka ia akan mendapat dosa dan dosa-dosa orang yang ikut mengerjakan dengan tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun”.
Apakah yang di maksud dengan segala bid’ah itu sesat dan segala kesesatan itu masuk neraka?
Artinya:
“Semua bid’ah itu sesat dan semua kesesatan itu di neraka”.
Mari kita pahami menurut Ilmu Balaghah:
Setiap benda pasti mempuyai sifat, tidak mungkin ada benda yang tidak bersifat, sifat itu bisa bertentangan seperti baik dan buruk, panjang dan pendek, gemuk dan kurus. Mustahil ada benda dalam satu waktu dan satu tempat mempunyai dua sifat yang bertentangan, kalau dikatakan benda itu baik mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan jelek; kalau dikatakan si A berdiri mustahil pada waktu dan tempat yang sama di katakan duduk.
Mari kita kembali kepada hadits:
Artinya:
“Semua bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu masuk neraka”.
“Bid’ah” kata benda, tentu mempunyai sifat tidak mungkin tidak mempunyai sifat, mungkin bersifat baik dan mungkin bersifat jelek. Sifat tersebut tidak ditulis dan tidak disebutkan dalam hadits di atas; dalam Ilmu Balaghah dikatakan membuang sifat dari benda yang bersifat.
Seandainya kita tulis sifat bid’ah maka terjadi dua kemungkinan: Kemungkinan pertama:
Artinya:
“Semua bid’ah yang baik itu sesat, dan semua yang sesat masuk neraka”.
Hal ini tidak mungkin, bagaimana sifat baik dan sesat berkumpul dalam satu benda dan dalam waktu dan tempat yang sama, hal itu mungkin mustahil. Maka yang bisa di pastikan kemungkinan yang kedua:
Artinya:
“Semua bid’ah yang jelek itu sesat, dan semua kesesatan itu masuk neraka”.
Maka jelek dan sesat paralel tidak bertentangan, hal ini terjadi pula dalam al-Qur’an, Allah SWT. telah membuang sifat kapal dalam firman-Nya:
Artinya:
“Di belakang mereka ada raja yang akan merampas semua kapal dengan paksa”. (al-Kahfi; 79).
Dalam ayat tersebut Allah SWT. tidak menyebutkan kapal baik apakah kapal jelek; karena yang jelek tidak akan diambil oleh raja. Maka lafadh sama dengan tidak disebutkan sifatnya, walaupun pasti punya sifat, ialah kapal yang baik.