Bertepatan dengan Hari Bhayangkara ke-64 (1 Juli 2010), kinerja kepolisian kembali menjadi sorotan. Di saat yang hampir bersamaan, sebuah media mingguan nasional mengangkat topik tentang aliran dana ke rekening sejumlah petinggi Polri, dalam jumlah yang fantastis. Sehubungan dengan evaluasi kinerja Polri, Pilar Demokrasi edisi 7 Juli 2010, membahas isu tersebut, bersama narasumber: Wahyu Indra Pramugari (staf khusus dan tim independen Inspektorat Pengawasan Umum Polri), Bambang Widodo Umar (Pengamat Kepolisian dari UI), dan Adnan Pandupraja (Sekretaris Kompolnas, Komisi Kepolisian Nasional)
Menurut Bambang Widodo, tanda-tanda menuju perbaikan aparat kepolisian, masih belum terlihat secara jelas. Soal kultur misalnya, masih sering dijumpai perilaku yang menunjukkan sikap arogan. Panduan soal bagaimana perilaku anggota Polri, sebenarnya sudah ada, yaitu yang termaktub dalam Tribrata. Namun masalahnya, bagaimana Tribrata itu diterjemahkan dalam kurikulum pendidikan dan pelatihan. Masih menurut Bambang Widodo, bahwa yang namanya menolong itu mesti dilatih, bagaimana mengayomi masyarakat yang benar, itu juga perlu dilatih. “Termasuk latihan bagaimana memelihara kepekaan hati nuraninya,” tambah Bambang.
Bambang juga berpendapat, mengubah perilaku termasuk etos profesionalitasnya, juga tergantung bagaimana pendidikannya dulu. Masih sering kita dengar, bagaimana seorang reserse suka salah tangkap, itu juga karena faktor pendidikan. “Sekarang ilmu hukum sudah banyak berkembang, di kepolisian yang diajarkan hanya sebatas KUHP, saya sudah mengingatkan, kasus perbankan, corporate crime, cyber crime, harus diajarkan sejak Akpol hingga PTIK,” tegas Bambang.
Masih soal kinerja Polri, Adnan Pandu menerangkan, dari sekitar 1.400 pengaduan masyarakat yang disampaikan ke Kompolnas, yang dijawab pihak Polri sekitar 500-an. Jawaban polri yang terbukti hanya sekitar lima persen, itu pun tidak jarang masyarakat yang sudah melapor ke polisi dan tidak tahu bahwa pengaduannya sudah diproses. Sebenarnya yang dikehendaki masyarakat terhadap Polri adalah transparansi dalam proses pemeriksaan, termasuk pemeriksaan masalah rekening pejabat Polri, masyarakat menghendaki prosesnya transparan.
Dalam kesempatan itu Adnan Pandu juga mengeluhkan ketidakjelasan fungsi Kompolnas , memang menurut UU, Kompolnas adalah pengawas nasional, tapi dalam kenyataannya, tugas dan wewenang itu tidak nampak. Terkesan pendirian Kompolnas merupakan hasil bargaining politik, tanpa dijelaskan oleh Adnan Pandu, apa yang dimaksud sebagai bargaining politik itu. Dalam konteks kekinian, dari sembilan butir reformasi Polri itu, butir kesembilan, yaitu butir reformasi bidang pengawasan, memang belum tersentuh. Konon katanya menunggu remunerasi.
Jadi kalau boleh jujur, sebenarnya Kompolnas adalah policy maker semata, bukan lembaga pengawasan seperti yang diharapkan publik, bukan seperti yang didesain para reformis Polri zaman dulu dengan cetak birunya, yang menghendaki Kompolnas itu mungkin seperti komisi kepolisian di Jepang. Di mana fungsinya adalah memilih calon Kapolri dan Kapolda, menerima keluhan masyarakat dan membuat kebijakan, dalam perkembangannya kemudian dalam UU Polisi sendiri, sehingga menjadi policy maker semata. Kalau menunggu revisi UU, ceritanya panjang. Daripada muncul gugatan dan sebagainya terhadap kinerja Polri, karena Kompolnas diposisikan seperti itu dalam UU, perlu dibuat terobosan-terobosan yang sifatnya reformis. Masyarakat berharap ada pengawasan terhadap Polri oleh lembaga independen seperti Kompolnas.
Dalam menjawab pertanyaan Syaiful (pendengar), bahwa Polri menunjukkan watak yang sangat keras, ketika berhadapan dengan kelompok masyarakat yang biasa atau miskin, namun di sisi lain, agak gamang dan menganut inferioritas ketika berhadapan dengan kekuasaan yang lebih besar. Narasumber dari pihak kepolisian, yaitu Wahyu, memberi penjelasan, dalam menangangi masalah-masalah politik dan pidana, memang format yang ada saat ini Polri mengambil model Amerika, yang memiliki mekanisme bersifat internal untuk pelanggaran kode etik polri, pelanggaran disiplin polri, Polri menyiapkan Divisi Propram juga Inspektorat Pengawasan Umum, secara sinergi melakukan penyelidikan, juga peneguran dan penindakan, untuk pelanggaran-pelanggaran kode etik yaitu suatu nilai-nilai luhur yang ditulis di dalam peraturan Polri.
Kepala Inspektorat telah mencanangkan media online antara inspektorat dan publik, jadi publik dapat melonggok dalam dapurnya inspektorat pengawasan umum, nanti juga menyusul divisi popram. “Untuk posisi tim independen, kita menyebutnya tim khusus mafia hukum, kami berusaha menjamin independensinya dengan cara yang direkrut dalam tim diambil sesedikit mungkin dari unsur reserse Mabes Polri,” tambah Wahyu.
Sol isu rekening “gendut” pejabat Polri, menurut Wahyu, telah dibentuk tim solid yang sedang berproses melakukan tugas-tugas dan penyelidikan awal. Kita lihat nanti hasil dari tim khusus ini. Masalah mafia hukum, menjadi pertimbangan dalam tim, bahwa dalam rangka menangani kasus Gayus, anggota tim dipilih yang tidak memiliki hubungan dekat dengannya. Terkait soal instruksi Presiden mengenai masalah rekening gendut, juga diminta kepada masyarakat untuk membantu mengawasi proses seleksi, yang juga melibatkan LSM.
Terakhir menurut Bambang, dikatakan reformasi polisi tidak setengah hati, kalau tidak setengah hati, prosesnya mungkin berhenti di tengah jalan. Bambang tetap menekankan, paling mendesak adalah memperbaiki kultur. Pembenahan polisi tidak hanya sekarang, tahun 1980-an sudah dibenahi, di masa Kapolri Jenderal Awalaudin Djamin, guna mengembalikan profesionalitas polisi, yang terseret terlalu dalam ke kultur militer, saat itu hampir berhasil. Melihat suatu perubahan itu esensinya apa dulu. Perilaku ditentukan oleh budaya organisasi. Secara sistematis seharusnya benahi dulu, ini masalah kultur. Makanya yang diperlukan adalah focks pada perilakunya. “Kompolnas sebenarnya memiliki wewenang menginvestigasi dan mengirimkan ke pengadilan umum, sekarang tidak punya wewenang itu, polisi adalah profesi yang mulia, dan harus diisi oleh orang-orang berintegritas tinggi,” tandas Bambang.
http://www.radarjogja.co.id/ruang-publik/9-suara-rakyat/8881-evaluasi-kinerja-kepolisian-2010.html